Mey mEy It'z m3

Welcome to M2 Blog

Minggu, 03 April 2011

Model dan Proses Rekayasa Perangkat Lunak

Pendahuluan
Pemodelan dalam suatu rekayasa perangkat lunak merupakan suatu hal yang dilakukan di tahapan awal. Di dalam suatu rekayasa dalam perangkat lunak sebenarnya masih memungkinkan tanpa melakukan suatu pemodelan. Namun hal itu tidak dapat lagi dilakukan dalam suatu industri perangkat lunak. Pemodelan delam perangkat lunak merupakan suatu yang harus dikerjakan di bagian awal dari rekayasa, dan pemodelan ini akan mempengaruhi perkerjaan-pekerjaan dalam rekayasa perangkat lunak tersebut.

Di dalam suatu industri dikenal berbagai macam proses, demikian juga halnya dengan industri perangkat lunak. Perbedaan proses yang digunakan akan menguraikan aktivitas-aktivitas proses dalam cara-cara yang berlainan. Perusahaan yang berbeda menggunakan proses yang berbeda untuk menghasilkan produk yang sama. Tipe produk yang berbeda mungkin dihasilkan oleh sebuah perusahaan dengan menggunakan proses yang berbeda. Namun beberapa proses lebih cocok dari lainnya untuk beberapa tipe aplikasi. Jika proses yang salah digunakan akan mengurangi kualitas kegunaan produk yang dikembangkan.
Modifikasi perangkat lunak biasanya lebih dari 60 % dari total biaya pembuatan perangkat lunak. Presentasi ini terus bertambah karena lebih banyak perangkat lunak dihasilkan dan dipelihara. Biaya yang beragam tergantung pada tipe sistem yang akan dikembangkan dan kebutuhan sistem seperti unjuk kerja dan kehandalan sistem. Distribusi biaya bergantung pada model pengembangan yang digunakan.
Proses memiliki atribut dan karakteristik sbb :
§ Understandability, yaitu sejauh mana proses secara eksplisit ditentukan dan bagaimana kemudahan definisi proses itu dimengerti.
  • Visibility, yaitu apakah aktivitas-aktivitas proses mencapai titik akhir dalam hasil yang jelas sehingga kemajuan dari proses tersebut dapat terlihat nyata/jelas.
  • Supportability, yaitu sejauh mana aktivitas proses dapat didukung oleh CASE
  • Acceptability, yaitu apakah proses yang telah ditentukan oleh insinyur dapat diterima dan digunakan dan mampu bertanggung jawab selama pembuatan produk perangkat lunak
  • Reliability, yaitu apakah proses didesain sedikian rupa sehingga kesalahan proses dapat dihindari sebelum terjadi kesalahan pada produk.
  • Robustness, yaitu dapatkah proses terus berjalan walaupun terjadi masalah yang tak diduga
  • Maintainability, yaitu dapatkah proses berkembang untuk mengikuti kebutuhan atau perbaikan
  • Rapidity, yaitu bagaimana kecepatan proses pengiriman sistem dapat secara lengkap memenuhi spesifikasi.

Model-model proses
Model proses perangkat lunak masih menjadi object penelitian, tapi sekarang ada banyak model umum atau paradigma yang berbeda dari pengembangan perangkat lunak, antara lain:
· Pendekatan Waterfall
Berisi rangkaian aktivitas proses seperti yang telah diuraikan diatas dan disajikan dalam proses yang terpisah, seperti spesifikasi kebutuhan, implementasi desain perangkat lunak, uji coba dst. Setelah setiap langkah didefinisikan, langkah tersebut di sign off dan pengembangan dilanjutkan pada langkah berikutnya.
· Pengembangan secara evolusioner
Pendekatan ini interleaves aktivitas spesifikasi, pengembangan dan validasi. Sistem awal dengan cepat dikembangkan dari kastamer untuk memproduksi sistem yang memenuhi kebutuhan kastamer. Kemudian sistem disampaikan. Sistem itu mungkin diimplementasikan kembali dengan pendekatan yang lebih terstruktur untuk menghasilkan sistem yang kuat dan maintable.
· Transformasi formal
Pendekatan ini berdasarkan pembuatan spesifikasi sistem formal secara matematik dan transformasi spesifikasi dengan menggunakan metode matematik atau dengan suatu program. Transformasi ini adalah correctnesspreserving ini berarti bahwa kita dapat yakin program yang dikembangkan sesuai dengan spesifikasi.

· Penggabungan sistem dengan menggunakan komponen-komponen yang dapat digunakan kembali (reuse).
Teknik ini menganggap bagian-bagian dari sistem sudah ada. Proses pengembangan sistem lebih berfokus pada penggabungan bagian-bagian daripada pengembangan tiap bagian.
Dua pertama dari pendekatan-pendekatan diatas yaitu waterfall dan pengembangan evolusioner, saat ini banyak digunakan dalam pengembangan sistem. Beberapa sistem sudah dibuat dengan menggunakan transformasi correctness preserving tapi ini masih menjadi penelitian.
Metode penggunaan kembali (reuse) umum di jepang. Metode ini sekiranya akan diakui oleh Eropa dan Amerika Utara. Di US metode ini dimulai 1995 dengan anggaran 150 million dolars. Bagaimanapun juga reuse masih suatu penelitian, terlalu cepat untuk berkomentar tentang keefektifannya.
Selain itu, saat ini juga ada model-model proses hasil pengembangan seperti Agile modelling, XP (Xtreeme Programming), RUP, dan MSF.

a. Waterfall/Linear Sequential Model
Model ini adalah model klasik yang bersifat sistematis, berurutan dalam membangun software. Berikut ini ada dua gambaran dari waterfall model. Sekalipun keduanya menggunakan nama-nama fase yang berbeda, namun sama dalam intinya.
Fase-fase dalam Waterfall Model menurut referensi Pressman:

Fase-fase dalam Waterfall Model menurut referensi Sommerville:

Dimodelkan setelah siklus rekysa konvensional, model sekuensial linier melingkupi aktivitas – aktivitas sebagai berikut:

1. Rekayasa dan pemodelan sistem/informasi
Karena sistem merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebihbesar, kerja dimulai dengan membangun syarat dari semua elemen sistem dan mengalokasikan beberapa subset dari kebutuhan ke software tersebut. Pandangan sistem ini penting ketika software harus berhubungan dengan elemen-elemen yang lain seperti software, manusia, dan database. Rekayasa dan anasisis sistem menyangkut pengumpulan kebutuhan pada tingkat sistem dengan sejumlah kecil analisis serta disain tingkat puncak. Rekayasa informasi mancakup juga pengumpulan kebutuhan pada tingkat bisnis strategis dan tingkat area bisnis.

2. Analisis kebutuhan Software
Proses pengumpulan kebutuhan diintensifkan dan difokuskan, khusunya pada software. Untuk memahami sifat program yang dibangun, analis harus memahami domain informasi, tingkah laku, unjuk kerja, dan interface yang diperlukan. Kebutuhan baik untuk sistem maupun software didokumentasikan dan dilihat lagi dengan pelanggan.

3. Desain
Desain software sebenarnya adalah proses multi langkah yang berfokus pada empat atribut sebuah program yang berbeda struktur data, arsitektur software, representasi interface, dan detail (algoritma) prosedural. Proses desain menterjemahkan syarat/kebutuhan ke dalam sebuah representasi software yang dapat diperkirakan demi kualitas sebelum dimulai pemunculan kode. Sebagaimana persyaratan, desain didokumentasikan dan menjadi bagian dari konfigurasi software.

4. Generasi Kode

Desain harus diterjemahkan kedalam bentuk mesin yang bisa dibaca. Langkah pembuatan kode melakukan tugas ini. Jika desain dilakukan dengan cara yang lengkap, pembuatan kode dapat diselesaikan secara mekanis.

5. Pengujian
Sekali program dibuat, pengujian program dimulai. Proses pengujian berfokus pada logika internal software, memastikan bahwa semua pernyataan sudah diuji, dan pada eksternal fungsional, yaitu mengarahkan pengujian untuk menemukan kesalahan – kesalahan dan memastikan bahwa input yang dibatasi akan memberikan hasil aktual yang sesuai dengan hasil yang dibutuhkan.

6. Pemeliharaan
Software akan mengalami perubahan setelah disampaikan kepada pelanggan (perkecualian yang mungkin adalah software yang dilekatkan). Perubahan akan terjadi karena kesalahan – kesalahan ditentukan, karena software harus disesuaikan untuk mengakomodasi perubahan – perubahan di dalam lingkungan eksternalnya (contohnya perubahan yang dibutuhkan sebagai akibat dari perangkat peripheral atau sistem operasi yang baru), atau karena pelanggan membutuhkan perkembangan fungsional atau unjuk kerja. Pemeliharaan software mengaplikasikan lagi setiap fase program sebelumnya dan tidak membuat yang baru lagi.
Masalah dengan waterfall:
  1. Perubahan sulit dilakukan karena sifatnya yang kaku.
  2. Karena sifat kakunya, model ini cocok ketika kebutuhan dikumpulkan secara lengkap sehingga perubahan bisa ditekan sekecil mungkin. Tapi pada kenyataannya jarang sekali konsumen/pengguna yang bisa memberikan kebutuhan secara lengkap, perubahan kebutuhan adalah sesuatu yang wajar terjadi.
  3. Waterfall pada umumnya digunakan untuk rekayasa sistem yang besar dimana proyek dikerjakan di beberapa tempat berbeda, dan dibagi menjadi beberapa bagian sub-proyek.
b. Evolutionary Software Process Models

Bersifat iteratif/ mengandung perulangan. Hasil proses berupa produk yang makin lama makin lengkap sampai versi terlengkap dihasilkan sebagai produk akhir dari proses. Dua model dalam evolutionary software process model adalah:
1. Incremental Model
Keterangan:
1. Kombinasikan elemet-element dari waterfall dengan sifat iterasi/perulangan.
2. Element-element dalam waterfall dikerjakan dengan hasil berupa produk dengan spesifikasi tertentu, kemudian proses dimulai dari fase pertama hingga akhir dan menghasilkan produk dengan spesifikasi yang lebih lengkap dari yang sebelumnya. Demikian seterusnya hingga semua spesifikasi memenuhi kebutuhan yang ditetapkan oleh pengguna.
3. Produk hasil increment pertama biasanya produk inti (core product), yaitu produk yang memenuhi kebutuhan dasar. Produk tersebut digunakan oleh pengguna atau menjalani review/pengecekan detil. Hasil review tersebut menjadi bekal untuk pembangunan pada increment berikutnya. Hal ini terus dikerjakan sampai produk yang komplit dihasilkan.
4. Model ini cocok jika jumlah anggota tim pengembang/pembangun PL tidak cukup.
5. Mampu mengakomodasi perubahan secara fleksibel.
6. Produk yang dihasilkan pada increment pertama bukanlah prototype, tapi produk yang sudah bisa berfungsi dengan spesifikasi dasar.
Masalah dengan Incremental model:
1. Cocok untuk proyek berukuran kecil (tidak lebih dari 200.000 baris coding)
2. Mungkin terjadi kesulitan untuk memetakan kebutuhan pengguna ke dalam rencana spesifikasi masing-masing hasil increment
2. Spiral model
Proses digambarkan sebagai spiral. Setiap loop mewakili satu fase dari software process. Loop paling dalam berfokus pada kelayakan dari sistem, loop selanjutnya tentang definisi dari kebutuhan, loop berikutnya berkaitan dengan desain sistem dan seterusnya. Setiap Loop dibagi menjadi beberapa sektor :
  1. Objective settings (menentukan tujuan): menentukan tujuan dari fase yang ditentukan. Batasan-batasan pada proses dan produk sudah diketahui. Perencanaan sudah disiapkan. Resiko dari proyek sudah diketahui. Alternatif strategi sudah disiapkan berdasarkan resiko-resiko yang diketahui, dan sudah direncanakan.
  2. Risk assessment and reduction (Penanganan dan pengurangan resiko): setiap resiko dianalisis secara detil pada sektor ini. Langkahlangkah penanganan dilakukan, misalnya membuat prototype untuk mengetahui ketidakcocokan kebutuhan.
  3. Development and Validation (Pembangunan dan pengujian): Setelah evaluasi resiko, maka model pengembangan sistem dipilih. Misalnya jika resiko user interface dominan, maka membuat prototype User Interface. Jika bagian keamanan yang bermasalah, maka menggunakan model formal dengan perhitungan matematis, dan jika masalahnya adalah integrasi sistem model waterfall lebih cocok.
  4. Planning: Proyek dievaluasi atau ditinjau-ulang dan diputuskan untuk terus ke fase loop selanjutnya atau tidak. Jika melanjutkan ke fase berikutnya rencana untuk loop selanjutnya.
Pembagian sektor tidak bisa saja dikembangkan seperti pada pembagian sektor berikut pada model variasi spiral di bawah ini:

· Customer communication: membangun komunikasi yang baik dengan pengguna/customer.
· Planning: mendefinisikan sesumber, batas waktu, informasi-informasi lain seputar proyek
· Risk analysis: identifikasi resiko managemen dan teknis
· Engineering: pembangunan contoh-contoh aplikasi, misalnya prototype
· Construction and release : pembangunan, test, install dan support.
· Customer evaluation: mendapatkan feedback dari pengguna beradasarkan evaluasi PL pada fase engineering dan fase instalasi.
Pada model spiral, resiko sangat dipertimbangkan. Resiko adalah sesuatu yang mungkin mengakibatkan kesalahan. Model spiral merupakan pendekatan yang realistik untuk PL berskala besar. Pengguna dan pembangun bisa memahami dengan baik software yang dibangun karena setiap kemajuan yang dicapai selama proses dapat diamati dengan baik. Namun demikian, waktu yang cukup panjang mungkin bukan pilihan bagi pengguna, karena waktu yang lama sama dengan biaya yang lebih besar.
c. Transformasi formal
Metode ini berbasiskan pada transformasi spesifikasi secara matematik melalui representasi yang berbeda untuk suatu program yang dapat dieksekusi. Trasformasi menyatakan spesifikasi program Menggunakan pendekatan ‘Cleanroom’ untuk pengembangan PL.


Metode ini mempunyai keterbatasan dalam pemakaiannya. Keunggulannya adalah mengurangi jumlah kesalahan pada sistem sehingga penggunaan utamanya adalah pada sistem yang kritis. Hal ini menjadi efektif dari segi biaya.
Pemakaian model pengembangan formal memerlukan tingkat kerahasian sebelum digunakan.
Permasalahan dalam model pengembangan metode formal:
• Memerlukan keahlian khusus dan pelatihan untuk mengaplikasikannya
• Sulit menentukan beberapa aspek dari suatu sistem seperti
user interface
c. Pengembangan Menggunakan Konsep Re-use (Penggunaan Ulang)
Metode ini didasarkan pada sistem yang telah tergabung dari sejumlah komponen yang ada atau sistem COTS (Commercial-off-the-shelf)
Langkah-langkah proses:
• Analisis komponen
• Kebutuhan perubahan
• System design dengan penggunaan ulang

• Pengembangan dan Development dan penggabungan

Pendekatan ini menjadi penting tetapi tetap saja mempunyai keterbatasan dalam penggunaannya

MODEL RAPID APLICATION DEVELOPMENT
Rapin Aplication Development (RAD) adalah sebuah model proses perkembangan software sekuensial linier yang menekankan siklus perkembangan yang sangat pendek. Model RAD ini merupakan sebuah adaptasi “kecepatan tinggi” dari model sekuensial linier di mana perkembangan cepat dicapai dengan menggunakan pendekatan kontruksi berbasis komponen. Jika kebutuhan dipahami dengan baik, proses RAD memungkinkan tim pengembangan menciptakan “sistem fungsional yang utuh” dalam periode waktu yang sangat pendek (kira-kira 60 sampai 90 hari). Karena dipakai terutama pada aplikasi sistem konstruksi, pendekatan RAD melingkupi fase – fase sebagai berikut :
  1. Bussiness modeling

Aliran informasi di antara fungsi – fungsi bisnis dimodelkan dengan suatu cara untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan berikut : informasi apa yang mengendalikan proses bisnis? Informasi apa yang di munculkan? Siapa yang memunculkanya? Ke mana informasi itu pergi? Siapa yang memprosesnya?
  1. Data modeling

Aliran informasi yang didefinisikan sebagai bagian dari fase bussiness modelling disaring ke dalam serangkaian objek data yang dibutuhkan untuk menopang bisnis tersebut. Karakteristik (disebut atribut) masing–masing objek diidentifikasi dan hubungan antara objek – objek tersebut didefinisikan.
  1. Prosess modelling

Aliran informasi yang didefinisikan di dalam fase data modeling
ditransformasikan untuk mencapai aliran informasi yang perlu bagi implementasi sebuah fungsi bisnis. Gambaran pemrosesan diciptakan untuk menambah, memodifikasi, menghapus, atau mendapatkan kembali sebuah objek data.
  1. Aplication generation

RAD mengasumsikan pemakaian teknik generasi ke empat. Selain
menciptakan perangkat lunak dengan menggunakan bahasa pemrograman generasi ketiga yang konvensional, RAD lebih banyak memproses kerja untuk memkai lagi komponen program yang ada ( pada saat memungkinkan) atau menciptakan komponen yang bisa dipakai lagi (bila perlu). Pada semua kasus, alat – alat bantu otomatis dipakai untuk memfasilitasi konstruksi perangkat lunak.
  1. Testing and turnover
Karena proses RAD menekankan pada pemakaian kembali, banyak
komponen program telah diuji. Hal ini mengurangi keseluruhan waktu pengujian. Tetapi komponen baru harus di uji dan semua interface harus dilatih secara penuh.

Kekurangan model RAD adalah :
  1. Bagi proyek yang besar tetapi berskala, RAD memerlukan sumber daya manusia yang memadai untuk menciptakan jumlah tim RAD yang baik.
  2. RAD menuntut pengembangan dan pelanggan memiliki komitmen di dalam aktivitas rapid-fire yang diperlukan untuk melengkapi sebuah sistem, di dalam kerangka waktu yang sangat diperpendek. Jika komitmen tersebut tidak ada, proyek RAD akan gagal.
Prototyping Model
 
Kadang-kadang klien hanya memberikan beberapa kebutuhan umum software tanpa detil input, proses atau detil output. Di lain waktu mungkin dimana tim pembangun (developer) tidak yakin terhadap efisiensi dari algoritma yang digunakan, tingkat adaptasi terhadap sistem operasi atau rancangan form user interface. Ketika situasi seperti ini terjadi model prototyping sangat membantu proses pembangunan software.
Proses pada model prototyping yang digambarkan pada gambar 1, bisa dijelaskan sebagai berikut:
  • Pengumpulan kebutuhan: developer dan klien bertemu dan menentukan tujuan umum, kebutuhan yang diketahui dan gambaran bagian-bagian yang akan dibutuhkan berikutnya. Detil kebutuhan mungkin tidak dibicarakan disini, pada awal pengumpulan kebutuhan.
  • Perancangan : perancangan dilakukan cepat dan rancangan mewakili semua aspek software yang diketahui, dan rancangan ini menjadi dasar pembuatan prototype.
  • Evaluasi prototype: klien mengevaluasi prototype yang dibuat dan digunakan untuk memperjelas kebutuhan software.

Perulangan ketiga proses ini terus berlangsung hingga semua kebutuhan terpenuhi. Prototype-prototype dibuat untuk memuaskan kebutuhan klien dan untuk memahami kebutuhan klien lebih baik. Prototype yang dibuat dapat dimanfaatkan kembali untuk membangun software lebih cepat, namun tidak semua prototype bisa dimanfaatkan. Sekalipun prototype memudahkan komunikasi antar developer dan klien, membuat klien mendapat gambaran awal dari prototype , membantu mendapatkan kebutuhan detil lebih baik namun demikian prototype juga menimbulkan masalah:
1. Dalam membuat prototype banyak hal yang diabaikan seperti efisiensi, kualitas, kemudahan dipelihara/dikembangkan, dan kecocokan dengan lingkungan yang sebenarnya. Jika klien merasa cocok dengan prototype yang disajikan dan berkeras terhadap produk tersebut, maka developer harus kerja keras untuk mewujudkan produk tersebut menjadi lebih baik, sesuai kualitas yang seharusnya.
2. Developer biasanya melakukan kompromi dalam beberapa hal karena harus membuat prototype dalam waktu singkat. Mungkin sistem operasi yang tidak sesuai, bahasa pemrograman yang berbeda, atau algoritma yang lebih sederhana.
Agar model ini bisa berjalan dengan baik, perlu disepakati bersama oleh klien dan developer bahwa prototype yang dibangun merupakan alat untuk mendefinisikan kebutuhan software.
Component-based Development Model
Component-based development sangat berkaitan dengan teknologi berorientasi objek. Pada pemrograman berorientasi objek, banyak class yang dibangun dan menjadi komponen dalam suatu software. Class-class tersebut bersifat reusable artinya bisa digunakan kembali. Model ini bersifat iteratif atau berulang-ulang prosesnya.
Secara umum proses yang terjadi dalam model ini adalah:
  1. Identifikasi class-class yang akan digunakan kembali dengan menguji class tersebut dengan data yang akan dimanipulasi dengan aplikasi/software dan algoritma yang baru
  2. Class yang dibuat pada proyek sebelumnya disimpan dalam class library, sehingga bisa langsung diambil dari library yang sudah ada. Jika ternyata ada kebutuhan class baru, maka class baru dibuat dengan metode berorientasi objek.
  3. Bangun software dengan class-class yang sudah ditentukan atau class baru yang dibuat, integrasikan.
Penggunaan kembali komponen software yang sudah ada menguntungkan dari segi:
a Siklus waktu pengembangan software, karena mampu mengurangi waktu 70%
b Biaya produksi berkurang sampai 84% arena pembangunan komponen berkurang

Pembangunan software dengan menggunakan komponen yang sudah tersedia dapat menggunakan komponen COTS (Commercial off-the-shelf) – yang bisa didapatkan dengan membeli atau komponen yang sudah dibangun sebelumnya secara internal. Component-Based Software Engineering (CBSE) adalah proses yang menekankan perancangan dan pembangunan software dengan menggunakan komponen software yang sudah ada. CBSE terdiri dari dua bagian yang terjadi secara paralel yaitu software engineering (component-based development) dan domain engineering seperti yang digambarkan pada Gambar 2:
  1. Domain engineering menciptakan model domain bagi aplikasi yang akan digunakan untuk menganalisis kebutuhan pengguna. Identifikasi, pembangunan, pengelompokan dan pengalokasikan komponen-komponen software supaya bisa digunakan pada sistem yang ada dan yang akan datang.
  2. Software engineering (component-based development) melakukan analisis terhadap domain model yang sudah ditetapkan kemudian menentukan spesifikasi dan merancang berdasarkan model struktur dan spesifikasi sistem, kemudian melakukan pembangunan software dengan menggunakan komponen-komponen yang sudah ditetapkan berdasarkan analisis dan rancangan yang dihasilkan sebelumnya hingga akhirnya menghasilkan software.
Extreme Programming (XP) Model
Model proses ini diciptakan dan dikembangkan oleh Kent Beck. Model ini adalah model proses yang terbaru dalam dunia rekayasa perangkat lunak dan mencoba menjawab kesulitan dalam pengembangan software yang rumit dan sulit dalam implementasi.
Menurut Kent Beck XP adalah : “A lightweight, efficient, low-risk, flexible,predictable, scientific and fun way to develop software”. Suatu model yang menekankan pada:
- keterlibatan user secara langsung
- pengujian
- pay-as-you-go design
Adapun empat nilai penting dari XP
  1. Communication/Komunikasi : komunikasi antara developer dan klien sering menjadi masalah. Karena itu komunikasi dalam XP dibangun dengan melakukan pemrograman berpasangan (pair programming). Developer didampingi oleh pihak klien dalam melakukan coding dan unit testing sehingga klien bisa terlibat langsung dalam pemrograman sambil berkomunikasi dengan developer. Selain itu perkiraan beban tugas jugadiperhitungkan.
  2. Simplicity/ sederhana: Menekankan pada kesederhanaan dalam pengkodean: “What is the simplest thing that could possibly work?” Lebih baik melakukan hal yang sederhana dan mengembangkannya besok jika diperlukan. Komunikasi yang lebih banyak mempermudah, dan rancangan yang sederhana mengurangi penjelasan.
  3. Feedback / Masukan/Tanggapan: Setiap feed back ditanggapi dengan melakukan tes, unit test atau system integration dan jangan menunda karena biaya akan membengkak (uang, tenaga, waktu).
  4. Courage / Berani: Banyak ide baru dan berani mencobanya, berani mengerjakan kembali dan setiap kali kesalahan ditemukan, langsung diperbaiki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar